Proses pengolahan limbah dengan metode Biologi adalah metode yang memanfaatkan mikroorganisme sebagai katalis untuk menguraikan material yang terkandung di dalam air limbah. Mikroorganisme sendiri selain menguraikan dan menghilangkan kandungan material, juga menjadikan material yang terurai tadi sebagai tempat berkembang biaknya. Metode pengolahan lumpur aktif (activated sludge) adalah merupakan proses pengolahan air limbah yang memanfaatkan proses mikroorganisme tersebut.
Lumpur aktif (activated sludge) adalah proses pertumbuhan mikroba tersuspensi yang pertama kali dilakukan di Ingris pada awal abad 19. Sejak itu proses ini diadopsi seluruh dunia sebagai pengolah air limbah domestik sekunder secara biologi. Proses ini pada dasarnya merupakan pengolahan aerobik yang mengoksidasi material organik menjadi CO2 dan H2O, NH4. dan sel biomassa baru. Udara disalurkan melalui pompa blower (diffused) atau melalui aerasi mekanik. Sel mikroba membentuk flok yang akan mengendap di tangki penjernihan (Gariel Bitton, 1994).
Anna dan Malte (1994) berpendapat keberhasilan pengolahan limbah secara biologi dalam batas tertentu diatur oleh kemampuan bakteri untuk membentuk flok, dengan demikian akan memudahkan pemisahan partikel dan air limbah. Lumpur aktif adalah ekosistem yang komplek yang terdiri dari bakteri, protozoa, virus, dan organisme-organisme lain. Lumpur aktif dicirikan oleh beberapa parameter, antara lain, Indeks Volume Lumpur (Sludge Volume Index = SVI) dan Stirrd Sludge Volume Index (SSVI). Perbedaan antara dua indeks tersebut tergantung dari bentuk flok, yang diwakili oleh faktor bentuk (Shape Factor = S). Pada kesempatan lain Anna dan Malte (1997) menyatakan bahwa proses lumpur aktif dalam pengolahan air limbah tergantung pada pembentukan flok lumpur aktif yang terbentuk oleh mikroorganisme (terutama bakteri), partikel inorganik, dan polimer exoselular. Selama pengendapan flok, material yang terdispersi, seperti sel bakteri dan flok kecil, menempel pada permukaan flok. Pembentukan flok lumpur aktif dan penjernihan dengan pengendapan flok akibat agregasi bakteri dan mekanisme adesi. Selanjutnya dinyatakan pula bahwa flokulasi dan sedimentasi flok tergantung pada hypobisitas internal dan eksternal dari flok dan material exopolimer dalam flok, dan tegangan permukaan larutan mempengaruhi hydropobisitas lumpur granular dari reaktor lumpur anaerobik.
Frank et all (1996) mencoba menggambarkan bahwa dalam sistem pengolah lumpur aktif baik untuk domestik maupun industri mengandung 1-5% padatan total dan 95-99% bulk water (liqour ?). Pembuangan kelebihan lumpur merupakan proses yang mahal, dilakukan dengan mengurangi volume lumpur melalui proses pengepresan (dewatering). Pada bagian lain dinyatakan pula bahwa konsentrasi besi yang tinggi konsentrasi besi yang tinggi, 70-90% dalam bentuk Fe (III), ditemukan dalam lumpur aktif. akumulasi besi dapat berasal dari influent air limbah atau melalui penambahan FeSO4 yang digunakan untuk menghilangkan fosfor. Jumlah besi dalam lumpur aktif akan berkurang setelah memasuki kondisi anaerobik dan mungkin berasosiasi dengan adanya aktifitas bakteri heterotrofik. Berkurangnya fosfor dalam lumpur aktif dapat menyebabkan fosfor terlepas kedalam air. Jika ini terjadi merupakan potensi untuk terjadinya eutrofikasi pada perairan.
Dewasa ini metode lumpur aktif merupakan metode pengolahan air limbah yang paling banyak dipergunakan, termasuk di Indonesia, hal ini mengingat metode lumpur aktif dapat dipergunakan untuk mengolah air limbah dari berbagai jenis industri seperti industri pangan, Perhotelan, Rumah tinggal, Sekolah, bahan Pabrik dan lain sebaginya.
Dengan menerapkan sistem ini didapatkan air bersih yang tidak lagi mengandung senyawa organik beracun dan bakteri yang berbahaya bagi kesehatan. Air tersebut dapat dipergunakan kembali sebagai sumber air untuk kegiatan industri selanjutnya. Diharapkan pemanfaatan sistem daur ulang air limbah akan dapat mengatasi permasalahan persediaan cadangan air tanah demi kelangsungan kegiatan industri dan kebutuhan masyarakat akan air.
CARA PENGOLAHAN LIMBAH
Limbah yang datang dari segala macam aktifitas akan ditampung kedalam bak penyaring. bak penyaring berfungsi sebagai penyaring kotoran padat dan sampah yang dapat mengganggu proses peralatan selanjutnya atau peralatan lainnya air yang telah disaring selanjutnya menuju ke bak equalizing, bak equalizing berfungsi sebagai penampung dalam proses awal agar kualitas air rata dan teratur.
Air kemudian di pompakan ke flow control box untuk selanjutnya masuk ke bak aerasi, bak ini dilengkapi dengan air difuser yang berfungsi melarutkan udara kedalam air sehingga bakteri menjadi aktif.
Di bak ini air limbah akan diproses dengan cara menambahkan atau melarutkan udara kedalam air dan menambahkan lumpur aktif yg diperoleh dari bak pengendap atau sedimentation tank. Bak ini berfungsi untuk mengendapkan lumpur yang datang dari aerasi dengan tujuan mempercepat pengendapan struktur, sehingga dibuat seperti limas segi empat.
Lumpur yang mengendap akan diangkat oleh airlift melalui udara blower kemudian lumpur ditampung ke setiap distributor box untuk di distribusikan ke bak aerasi, bak penampungan lumpur dan bak klorinasi atau clorinasi tank. Setelah air diendapkan proses selanjutnya biasanya menambahkan bahan kimia yg berfungsi untuk membunuh kuman, namun bisa juga tidak menggunakan bahan kimia, hal tersebut dapat diatasi dengan menambahkan bakteri aktif pada saat proses aerasi. Bak penampung air olahan atau efluent tank adalah bak yang berfungsi sebagai bak penampung air olahan yang dihasilkan oleh unit pengolahan limbah untuk disalurkan ke water tank, air yang masuk ke bak ini adalah air yg sudah di proses bebas dari kuman
Apa Itu Sludge Thickening? Sludge thickening adalah alat yang berfungsi untuk mengurangi kadar air (liquid) dalam lumpur, sehingga menambah kandungan solid (padatan) dalam lumpur.
Pabrik pengolahan air limbah pada umumnya menggunakan perangkat penebalan untuk meningkatkan konsentrasi padatan pada akhir langkah proses tertentu dalam proses lumpur aktif. Penebalan meningkatkan kandungan padatan lumpur dan mengurangi volume air gratis sehingga meminimalkan beban unit pada proses hilir seperti pencernaan dan dewatering.
Proses yang digunakan penebalan mencakup penebalan gravitasi,
flotasi udara terlarut, sabuk penebalan gravitasi dan rotary drum penebalan. Jenis penebalan dipilih biasanya ditentukan oleh ukuran dari pabril limbah, hambatan fisik dan proses hilir.
Di pabrik pengolahan air limbah yang kecil, penebalan biasanya terjadi secara langsung di dalam tangki penyimpanan lumpur. Lumpur yang dikompersi di bagian bawah tangki hanya oleh gaya gravitasi, sedangkan di atas lapisan lumpur air keruh terbentuk, yang diambil dari tangki dan kembali ke inllet.
Peralatan mekanis tipe lumpur penebalan menggunakan proses fisik untuk berkonsentrasi lumpur dengan menghapus bagian air sehingga mengarah ke peningkatan jumlah presentase padat. Ada beberapa metode yang berbeda untuk mencapai hal ini dari semua pilihan yang tersedia biasanya
isi lumpur dapat ditingkatkan dengan , 4-5 lipatan tergantug pada seberapa baik peralatan dioperasikan.
Metode mengandalkan pada prinsip gravitasi dapat diterapkan baik diobati primer dan bahkan limbah lumpur aktif. Hal ini biasanya dilakukan dalam tangki melingkar serupa di desain dibandingkan dengan tangki sedimentasi tanaman khas. Aliran lumpur berasal dari sistem aerasi diarahkan ke pusat dengan baik dan desain sedemikian rupa sehingga ada cukup waktu penahanan yang cukup untuk menyelesaikan baik untuk mengambil tempat. Sampah yang
|
dikumpulkan di bagian bawah tangki
memastikan bahwa kekompakan akan terjadi dan mendapatkan lumpur untuk melakukan perjalanan ke bawah. Kadang-kadang proses dapat ditingkatkan dengan memperlambat laju umpan sementara desain harus benar merencanakan untuk memberikan waktu penahanan yang cukup.
Sistem Lumpur Aktif Konvensional
Oksidasi aerobik material organik dilakukan dalam tangki ini. Efluent pertama masuk dan tercampur dengan Lumpur Aktif Balik (Return Activated Sludge =RAS) atau disingkat LAB membentuk lumpur campuran (mixed liqour), yang mengandung padatan tersuspensi sekitar 1.500 - 2.500 mg/l. Aerasi dilakukan secara mekanik. Karakteristik dari proses lumpur aktif adalah adanya daur ulang dari biomassa. Keadaan ini membuat waktu tinggal rata-rata sel (biomassa) menjadi lebih lama dibanding waktu tinggal hidrauliknya (Sterritt dan Lester, 1988). Keadaan tersebut membuat sejumlah besar mikroorganisme mengoksidasi senyawa organik dalam waktu yang singkat. Waktu tinggal dalam tangki aerasi berkisar 4 - 8 jam.
Tangki Sedimentasi
Tangki ini digunakan untuk sedimentasi flok mikroba (lumpur) yang dihasilkan selama fase oksidasi dalam tangki aerasi. Seperti disebutkan diawal bahwa sebaghian dari lumpur dalam tangki penjernih didaur ulang kembali dalam bentuk LAB kedalam tangki aerasi dan sisanya dibuang untuk menjaga rasio yang tepat antara makanan dan mikroorganisme (F/M Ratio).
Parameter
Parameter yang umum digunakan dalam lumpur aktif (Davis dan Cornwell, 1985; Verstraete dan van Vaerenbergh, 1986) adalah sebagai berikut:
Mixed-liqour suspended solids (MLSS). Isi tangki aerasi dalam sistem lumpur aktif disebut sebagai mixed liqour yang diterjemahkan sebagai lumpur campuran. MLSS adalah jumlah total dari padatan tersuspensi yang berupa material organik dan mineral, termasuk didalamnya adalah mikroorganisma. MLSS ditentukan dengan cara menyaring lumpur campuran dengan kertas saring (filter), kemudian filter dikeringkan pada temperatur 1050C, dan berat padatan dalam contoh ditimbang.
Mixed-liqour volatile suspended solids (MLVSS). Porsi material organik pada MLSS diwakili oleh MLVSS, yang berisi material organik bukan mikroba, mikroba hidup dan mati, dan hancuran sel (Nelson dan Lawrence, 1980). MLVSS diukur dengan memanaskan terus sampel filter yang telah kering pada 600 - 6500C, dan nilainya mendekati 65-75% dari MLSS.
Food - to - microorganism ratio (F/M Ratio). Parameter ini merupakan indikasi beban organik yang masuk kedalam sistem lumpur aktif dan diwakili nilainya dalam kilogram BOD per kilogram MLSS per hari (Curds dan Hawkes, 1983; Nathanson, 1986). Adapun formulasinya sebagai berikut : F/M = Q x BOD5
MLSS x V
dimana :
Q = Laju alir limbah Juta Galon per hari (MGD)
BOD5 = BOD5 (mg/l)
MLSS = Mixed liquor suspended solids (mg/l)
V = Volume tangki aerasi (Gallon)
Rasio F/M dikontrol oleh laju sirkulasi lumpur aktif. Lebih tinggi laju sirkulasi lumpur aktif lebih tinggi pula rasio F/M-nya. Untuk tangki aerasi konvensional rasio F/M adalah 0,2 - 0,5 lb BOD5/hari/lb MLSS, tetapi dapat lebih tinggi hingga 1,5 jika digunakan oksigen murni(Hammer, 1986). Rasio F/M yang rendah mencerminkan bahwa mikroorganisme dalam tangki aerasi dalam kondisi lapar, semakin rendah rasio F/M pengolah limbah semakin efisien. Hidraulic retention time (HRT). Waktu tinggal hidraulik (HRT) adalah waktu rata-rata yang dibutuhkan oleh larutan influent masuk dalam tangki aerasi untuk proses lumpur aktif; nilainya berbanding terbalik dengan laju pengenceran (D) (Sterritt dan Lester, 1988).
HRT = 1/D = V/ Q
dimana :
V = Volume tangki aerasi
Q = Laju influent air limbah ke dalam tangki aerasi
D = Laju pengenceran.
Umur lumpur (Sludge age). Umur lumpur adalah waktu tinggal rata-rata mikroorganisme dalam sistem. Jika HRT memerlukan waktu dalam jam, maka waktu tinggal sel mikroba dalam tangki aerasi dapat dalam hari lamanya. Parameter ini berbanding terbalik dengan laju pertumbuhan mikroba. Umur lumpur dihitung dengan formula sebagai berikut (Hammer, 1986; Curds dan Hawkes, 1983) :
Umur Lumpur (Hari) = MLSS x V
SSe x Qe + SSw X Qw
dimana :
MLSS = Mixed liquor suspended solids (mg/l).
V = Volume tangki aerasi (L)
SSe = Padatan tersuspensi dalam effluent (mg/l)
SSw = Padatan tersuspensi dalam lumpur limbah (mg/l)
Qe = Laju effluent limbah (m3/hari)
Qw = Laju influent limbah (m3/hari).
Umur lumpur dapat bervariasi antara 5 - 15 hari dalam konvensional lumpur aktif. Pada musim dingin lebih lama dibandingkan musim panas (U.S. EPA, 1987a). Parameter penting yang mengendalikan operasi lumpur aktif adalah laju pemuatan organik, suplay oksigen, dan pengendalian dan operasi tangki pengendapan akhir. Tangki ini mempunyai dua fungsi: penjernih dan penggemukan mikroba. Untuk operasi rutin, orang harus mengukur laju pengendapan lumpur dengan menentukan indeks volume lumpur (SVI), Voster dan Johnston, 1987.
Penebalan Flotasi
Flotasi penebalan dianggap sebagai proses perbaikan metode dan pada dasarnya menggunakan prinsip yang sama seperti disebutkan sebelumnya seperti sistem DAF. Untuk rekap kembali, apa yang dilakukannya adalah bahwa udara tekanan diperkenalkan ke saluran makanan yang masuk dan kemudian ini dialihkan ke sebuaj kapal tekanan untuk memaksa udara untuk larut dalam air. Setelah itu, aliran akan perlahan-lahan dilepas sehingga saat terkena tekanan atmosfir, udara yang terlarut akan menjadi terdispresi halus gelembung membawa bersama-sama dengan lumput itu mengambang ke atas. Metode flotasi biasanya diterapkan untuk limbah lumpur aktif dan efisiensi sistem biasanya memperhitungkan udara terhadap padat dan kadang-kadang penambahan koagulan atau polimer digunakan untuk membantu dalam proses pemisahan.
Centrifugal Penebalan
Metode ini sering digunakan untuk limbah padat yang berasal dari proses pengolahan biologis pertumbuhan tersuspensi. Secara umum dapat digunakan bersama-sama dengan pengental gravitasi untuk lebih berkonsentrasi dan meningkatkan kadar padat. Seperti disebutkan sebelumnya bukan hanya memainkan peran dan fungsi untuk mengentalkan lumpur, tetapi membantu dalam proses dewatering juga.
Jumlah total bakteri dalam lumpur aktif standard adalah 108 CFU/mg lumpur. menunjukkan beberapa genus bakteri yang ditemui dalam standard lumpur aktif. Sebagian besar bakteri yang diisolasi diidentifikasi sebagai spesies-spesies Comamonas-Psudomonas.Caulobacter, bakteri bertangkai umumnya ditemukan dalam air yang miskin bahan organik, dapat diisolasi dari kebanyakan pengolahan limbah,
khususnya lumpur aktif (MacRae dan Smit, 1991).
Fungi
Lumpur aktif biasanya tidak mendukung kehidupan fungi walaupun beberapa fungi berfilamen kadang-kadang ditemukan dalam flok lumpur aktif. Fungi dapat tumbuh pesat dibawah kondisi pH yang rendah, toksik, dan limbah yang kekurangan nitrogen. Genus yang dominan ditemukan dalam lumpur aktif adalah Geotrichum, Penicillium, Cephalosporium, Cladosporium, dan Alternaria. Lumpur ringan (Sludge Bulking) dapat dihasilkan oleh pertumbuhan yang pesat Geotrichum candidum, yang dirangsang oleh pH rendah dari limbah yang asam.
Protozoa
Protozoa adalah significant predator dalam lumpur aktif seperti dalam lingkungan akuatik alam. Pemakanan bakteri oleh protozoa dapat ditentukan dengan eksperimen pemakanan bakteri yang telah diberi 14C atau 35C atau flouresen. Pemakanan bakteri tersebut dapat mereduksi toksikan. Contoh, Aspidisca costata yang memakan bakteri dalam lumpur aktif dapat menurunkan Kadmium. Protozoa paling sering ditemukan dalam lumpur aktif adalah Carchesium, Paramecium sp, Opercularia sp, Chilodenella sp, Vorticella sp, Apidisca sp
Cilliata. Siliata atau bulu getar digunakan untuk pergerakan dan mendorong partikel makanan kedalam mulut . Siliata dibagi menjadi tiga, yaitu : Siliata bebas (free), merayap (creeping), dan bertangkai (stalked). Siliata bebas (tidak terikat) memakan bakteri bebas yang terbang. Genus yang paling penting sering ditemukan dalam lumpur aktif adalah Chilodonella, Colpidium, Blepharisma, Euplotes, Paramecium, Lionotus, Trachelophyllum, dan Spirostomum. Siliata merayap memakan bakteri yang berada dipermukaan flok lumpur aktif. Dua genus penting, yaitu : Aspidisca dan Euplotes. Cilitas bertangkai menempel tangkainya pada flok. Tangkai mempunyai myoneme untuk menangkap mangsa. Contoh siliata bertangkai adalah Vorticella, Carchesium, Opercularia, dan Epistylis.
Rotifers
Rotifers adalah metazoa (organisme bersel banyak) dengan ukuran bervariasi dari 100 mm - 500 m m. Tubuhnya menancap pada partikel flok dan sering tercabut dari permukaan flok. Rotifers ditemukan dalam instalasi pengolahan air limbah termasuk dua orde pertama, Bdelloidea (contoh : Philodina spp., Habrotrocha spp.) dan Monogononta (contoh : Lecane spp., Notommata spp.). Peranan rotifers dalam lumpur aktif adalah : (1) menghilangkan bakteri tersuspensi (contoh : bakteri yang tidak membentuk flok; (2) memberi kontribusi terhadap pembentukan flok melalui pelet kotoran yang dikelilingi oleh mukus. Kehadiran rotifers dalam tahap akhir pengolahan limbah sistem lumpur aktif dikarenakan kenyataan bahwa hewan ini mempunyai siliata yang kuat yang menolong dalam mencari makan dan menurunkan jumlah bakteri tersuspensi (membuat air lebih jernih) dan aksi siliatanya lebih kuat dibandingkan protozoa.